Ramadhan tahun ini aku sedikit bersedih. Aku tidak bisa menjalankan ibadah tarawih bersama keluarga dan melewatkan puasa plus berbuka di rumah. Rencanaku untuk pulang jadi tertunda akibat tugas-tugas kuliah yang diberikan menjelang UTS. Padahal niatku hendak mengulas masjid Nurul Islah di kampungku atau kalau bisa sih masjid di pesarehan Sunan Giri, kebetulan sudah lama aku tak berkunjung ke sana.
Namun syukurlah, kebetulan saya punya agenda kegiatan organisasi yang lokasinya kebetulan berdekatan dengan
masjid Al Falah. Akhirnya saya menyempatkan diri untuk melihat-lihat dan mengumpulkan informasi untuk
#1Hari1Masjid.
Masjid yang beralamat di
Jalan Raya Darmo 137 A Surabaya ini berlokasi di tempat strategis. Bagi orang Surabaya yang ingin tahu, amati saja bangunan agung bercat hijau di sisi kiri jalan raya, tepat sebelum lampu merah dari arah Darmo. Bila hendak singgah, kita harus berbelok dulu ke kiri karena pintu masuknya membelakangi jalan raya. Ada lahan kosong yang digunakan untuk parkir kendaraan. Arsitektur masjid ini sederhana saja, tak ada ornamen atau ukiran macam-macam. Luasnya juga tak seluas masjid lainnya yang lebih megah, terlebih bangunannya juga dibagi untuk ruang kursus keagamaan. Meski begitu, suasananya dapat membikin orang betah saat singgah.
|
Ruang jamaah pria |
|
Ruang jamaah wanita |
Jamaah pria dikhususkan beribadah di lantai dasar sedang jamaah wanita di lantai atas. Seluruh area bersujud ini berhamparkan karpet tebal nan empuk. Pendingin ruangannya pun kombinasi antara AC dan kipas angin. Di lantai atas, saya mendapati tempat wudhu yang luas dan bersih berikut toiletnya. Mukena-mukena yang tersimpan di lemari juga cukup memadai meski sedikit berantakan. Terlebih kondisi mukena-mukena tersebut bersih dan terawat.
|
Ada cermin besar di tempat wudhu wanita. Legaaaa haha |
Sebetulnya saya juga punya maksud lain dalam kunjungan ini, yakni mencari info mengenai kursus baca Al Quran bagi orang dewasa sebagai referensi untuk
partner saya. Kemudian secara tak sengaja saya malah terlibat dalam obrolan seru dengan takmir masjid. Sambil menyerahkan brosur, beliau bercerita panjang lebar mengenai masjid Al Falah. Bagi mereka yang bekerja untuk masjid ini, komitmen utama mereka adalah untuk
melayani jamaah, ikhlas mengabdi dan beramal untuk kebaikan atau istilahnya
waddatul ummah. Meski upahnya tidak begitu besar, insya Allah akan menjadi berkah. Jadi bila orang yang hendak bekerja di situ tak punya komitmen tersebut, sekalian saja tak usah, menurut pengakuan pribadi orang ini yang saya lupa namanya.
Masjid ini memberikan pelayanan yang banyak dibutuhkan masyarakat seperti poliklinik yang biayanya standar bagi orang berkecukupan dan bebas biaya bagi kaum dhuafa. Lalu ada kelas-kelas agama dan pengajian, serta kajian dan bimbingan bagi para muallaf. Selain itu ada air minum gratis dalam galon yang merupakan hasil suling dari alat sumbangan depkes RI. Di dekatnya ada secarik pemberitahuan dari hadist mengenai adab makan-minum dilarang melakukannya sambil berdiri. Selain itu pelayanan yang tak biasa adalah disediakannya minyak wangi untuk umum. Saya berdecak kagum, komplit sekali fasilitasnya. Benar-benar total dalam melayani jamaah.
|
Masuk masjid pun dianjurkan untuk harum nan mewangi :) |
Selama saya berada di situ, jamaah pria wanita datang silih berganti. Ada yang sedang menantikan pengajian, ada yang sedang beri’tikaf di dalam, ada yang sibuk mengkhatamkan Al Quran, dan lain sebagainya. Masjid ini tak semegah istana namun ada banyak hamba Allah yang menghidupkan cahayanya. Hal ini membuat saya bahagia karena tak jarang ada banyak masjid besar yang bahkan untuk berjamaah salat lima waktu saja sedikit sekali orangnya. Di luar waktu salat, sepi sekali.
Saya jadi teringat dengan mata pelajaran semasa Madrasah Ibtidaiyah, sejarah kebudayaan islam, yang disebutkan bahwa pada masa itu (jaman Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam) Masjid merupakan pusat peradaban Islam. Selain sebagai tempat beribadah, kegiatan keilmuan dan sosial lainnya juga menempati bagian masjid. Saya jadi bangga dengan masjid ini yang merupakan cerminan dari masjid di jaman nabi.
Kemudian saya berpikir, tak penting seberapa besar atau kecilnya sebuah masjid asal ada orang-orang yang mau menghidupkannya, insya Allah masjid itu jadi lebih bermakna dan mengendapkan kesan yang abadi bagi para jamaahnya.
*Tulisan ini diikutsertakan dalam #1Hari1Masjid organized by
Prima Dita and sponsored by
Hijabead*
Note from
Sister Prima^^ : salah satu masjid favoritku karena letaknya strategis (seberang Kebun Binatang Surabaya) ^^ Aku suka banget sholat disini karena suasananya khusyu' sekali, terus ada petugas yang bagian merapatkan dan meluruskan shaf. Aku juga beberapa kali ikut kajian disini, salah satunya kajian Jejak Rasulullah oleh Ustadz Salim A. Fillah. Beberapa bulan yang lalu ada temanku yang melangsungkan akad nikah disini dan tempatnya menyenangkan sekali: tamu pria dan wanitanya dipisah. Sederhana, syahdu, dan memprioritaskan syar'i. Kalau teman-teman ke Surabaya, sempatkan mampir ke masjid ini ya :)
Jarang ada masjid yang menyediakan minum secara cuma-cuma ya? Baru satu masjid yg saya jumpai ada fasilitas seperti itu dan letaknya terpencil di puncak bukit dikelilingi hutan. Hahaha.
ReplyDeleteWah jauh sekali ya di puncak. hehe
DeleteTapi berhubung saat ini bulan puasa, pasti akan ada banyak masjid yang memberi minum secara cuma-cuma :D
wah... ketambahan foto baru ya???
ReplyDeletememang masjid ini nggak seluas Al Akbar, tapi penempatan ruangnya efisien dan letaknya strategis :)
Haha, iya ta? Pokoknya foto yang kupunya tak upload.
DeleteIya. Nyamaaaan gitu rasanya.