Salah satu caraku untuk berdamai dengan luka pengasuhan orang tua adalah mengingat-ingat kenangan indah dan haru bersama mereka. Dulu saat usia sekolah dasar hingga remaja, hidupku hampir tidak pernah akur dengan orang tua. Terlalu banyak perasaan negatif yang menyelimutiku sehingga keburukan orang tua tampak lebih besar dibandingkan kebaikannya.
Seiring perjalanan beranjak dewasa, aku pun menyadari bahwasanya pada akhirnya orang tua hanyalah manusia biasa. Sama sepertiku alias si anak, kami sama-sama tidak sempurna. Sebagai manusia biasa, orang tuaku pasti sudah mengusahakan yang terbaik dengan segala sumberdaya yang dimiliki semampu mereka.
Menurutku, di balik kemandirian seorang anak ada orang tua yang perang batin dengan ‘rasa tega’. Pengen melatih anak belajar mandiri, eh sedikit terselip perasaan nggak tega. Kalo nggak tega mulu, kapan anak belajar mandirinya? Gitu terus sampe Dufan pindah ke Kalimantan.
Sejujurnya, aku enggak terlalu suka anak kecil. Bukan benci ya, emang nggak demen aja. Semacam kurang naluri keibuan, LOL. Walau begitu, terkadang aku masih ngerasa excited kok tiap ketemu bayi atau balita lucu menurut preferensiku, hihihi.
Mungkin alasanku enggak begitu tertarik dengan anak kecil karena enggak bisa ngobrol/nyambung dengan mereka. Alias sering awkward atau canggung kalau harus berkomunikasi dengan mereka. Enggak ngerti mau ngomongin apa.
Mungkin alasanku enggak begitu tertarik dengan anak kecil karena enggak bisa ngobrol/nyambung dengan mereka. Alias sering awkward atau canggung kalau harus berkomunikasi dengan mereka. Enggak ngerti mau ngomongin apa.
Aku merupakan anak sulung dari 3 bersaudara; dua perempuan dan satu laki-laki. Usiaku dengan adik-adik terpaut cukup jauh; 7 tahun dengan adik laki-laki dan 12 tahun dengan adik perempuan. Maklum, mulanya orang tuaku ingin punya 2 anak saja. Eh di luar rencana, Allah hadirkan adik perempuanku (kita panggil saja Fara) saat aku duduk di bangku kelas 6 SD.
Lulus dari SD, aku bersekolah asrama dari SMP hingga SMA. Lulus SMA, aku melanjutkan studi di luar kota. Otomatis aku nggak banyak menghabiskan waktu bersama adik perempuanku kala ia masih kanak-kanak. Namun ternyata hal itu nggak membuatnya ‘jauh’ dariku. Kami berdua cukup dekat, mungkin karena sama-sama anak perempuan jadi lebih nyambung satu sama lain.
Lulus dari SD, aku bersekolah asrama dari SMP hingga SMA. Lulus SMA, aku melanjutkan studi di luar kota. Otomatis aku nggak banyak menghabiskan waktu bersama adik perempuanku kala ia masih kanak-kanak. Namun ternyata hal itu nggak membuatnya ‘jauh’ dariku. Kami berdua cukup dekat, mungkin karena sama-sama anak perempuan jadi lebih nyambung satu sama lain.
Halo! Gak kerasa ya kita hampir sampai di penghujung tahun 2022. Bentar lagi Desember yang artinya??? Yak, libur sekolah anak aka high season alias bakalan rame tuh segala penjuru destinasi wisata se-Indonesia!
Siapa di sini yang udah puyeng duluan ngebayangin euforia liburan? Sebagai orang dewasa mageran, rasanya udah paling bener pas liburan ngetem di rumah aja. Etapi buat yang punya anak, kadang suka mati gaya gak sih mau ngapain aja kalo di rumah? Khususnya buat ortu yang pengen no gadget-gadget club.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Social Icons